Opini

Opini

Mahasiswa Couch Potatoes Terhadap Dosen Unprofessional


Oleh: Hainor Rahman

Dengan semangat kecerdasan dan impian masa depan para mahasiswa yang masih sadar dan mendengar serta melihat sindrom keterbelakangan, saya sapa kembali kawan-kawan mahasiswa dengan idealnya menjadi mahasiswa cerdas, cakap dan berani untuk menyuarakan kebenaran, kejujuran dan keadilan.

Namun, belakangan ini mahasiswa sudah mulai tuli, abai dan tak mau tau hak yang harus ia miliki dan perjuangkan. Hal ini menjadi satu peristiwa yang sangat di sayangkan jika kita sebagai mahasiswa berkiblat pada semangat juang mahasiswa di masa dulu tanpa takut menunjukkan taringnya pada siapapun yang tidak benar dalam menjalankan tugas sebagai pendidik yang profesional. Ketajaman kritis seorang mahasiswa untuk memperbaiki tak mengenal istilah (Degradasi) sebab hal ini bukan permainan sepak bola.

Di dalam kampus sudah umum diketahui banyak terdiri beranika komonitas organisasi yang memiliki peran sebagai aspirasi dan lembaga penunjang kompetensi mahasiswa pada umumnya. Tetapi yang terjadi justru mereka seakan-akan nyaman dengan situasi yang sebenarnya tidak lagi baik-baik saja. Saya mahasiswa biasa yang terasa terpanggil untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi dan meminta agar organisasi kemahasiswaan intra maupun ekstra segera melakukan kajian dan menyampaiakan suara saya mahasiswa biasa yang tak bisa apa-apa selain mengatakan apa yang semestinya harus dikatakan sebagai prinsip diri.

Premis dosen tidak profesional bukanlah persoalan mendasar yang terjadi, melainkan sebuah masalah besar. Sehingga mengakibatkan pembodohan terhadap mahasiswa, mohon maaf saya katakan pembodohan sebab hal yang dilakukannya sudah kelewatan tidak betul-betul menjadi cermin ideal sebagai seorang pendidik. Masalah yang saya maksud disini bukan masalah pelecehan seksual atau pun kekerasan fisik lainnya. Melainkan, tindakan mengajarnya yang tidak jelas sebagai seorang dosen melainkan berlagak kerja keras tapi faktanya tidak! eh malah terdepan menyulurkan tangannya pada saat gajian yang tanpa ia sadari bahwa amplop itu diambil dari SPP mahasiswa.

Di Fakultas Agama Islam, prodi Pendidikan Agama Islam, Unisma, banyak ragam tindakan dosen yang tidak profesioanl yang saya temukan sebagai mahasiswa jurusan pendidikan agama islam. Ada dosen yang selama satu semester tidak pernah mengajar namun pada saat uts dan uas saja, tiba-tiba memberikan tugas. Hal ini lucu bukan!. Ada lagi yang hanya menyapa mahasiswa di grup Watshap “Mari kita awali perkuliahan kita pada pagi hari ini dengan pembacaan shalawat Nuril Anwar dan do’a di tempat masing-masing. Pertemuan hari ini presentasi dari kelompok 1 selamat mendiskusikan” setalah itu hilang tanpa sebab, seperti ibu-ibu dipasar tawar menawar harga sayur jika tidak cocok langsung pergi. Yang paling sering terjadi ketika dosen memberikan tugas pembuatan makalah, uts, atau uas tidak pernah di perhatikan dengan baik mahasiswanya mengambil sumber dari mana saja. Sehingga banyak mahasiswa yang menggurukan google untuk menjawabnya hal itu malah dibiarkan saja, bukankah itu namanya pembodohan! Silahkan mahasiswa dengan sendirinya menilai.

Saya selalu bertanya-tanya apakah memang seperti itu kurikulum yang diterapkan?, entahlah seperti apa, yang penting dalam hal ini saya berharap pihak dekan fakultas tegas untuk menyikapi problem ini yang sudah jelas-jelas tidak profesional dan mencedrai nilai-nilai pendidikan itu sendiri.

Kejadian ini semenjak pelaksanaan pembelajaran online dan semoga saja setelah kembali normal dosen yang begitu itu jugak kembali normal, menghargai betul mahasiswa yang mahal membayar biaya perkuliahannya untuk mendapatkan ilmu. Maka ajarkan mahasiswa ilmu dengan sebaik-baiknya.

Saya memang tidak paham untuk teman-teman mahasiswa di fakultas lain. Namun, saya berharap jika kejadian itu ada kesamaan jangan diam suarakan dengan lantang sebab itu sudah menjadi hak kita sebagai seorang mahasiswa.

Pendidikan di persiapkan untuk mengejawantah peradaban dimasa yang akan datang dengan tumbuhnya generasi-generasi unggul. Maka perhatikan dengan baik metode dan kompetensi pendidikan dengan cermat agar tercapai kehidupan paripurna.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *