Mengenang Gugurnya Riyanto Banser: Merayakan Kemanusiaan
Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

Mengenang Gugurnya Riyanto Banser : Merayakan Kemanusiaan dan Mensyukuri Keberagaman

 

Malam itu, dua puluh tahun lalu di Gerjeja Heben Haezer Mojokerto. Tepatnya 24 Desember 2000. Umat kristiani sedang menjalankan ibadah merayakan malam natal. Tak seperti biasanya, malam itu ada banyak air mata yang mengalir di ratusan pasang mata. Sebab, Melihat meledaknya bom di pelukan Riyanto yang merupakan Banser Nahdlatul Ulama. Tak hanya yang berada di lokasi ikut merasakan haru, Mojokerto saat itu menjadi perhatian dunia.

Melihat pengorbanan seorang Muslim yang menyelamatkan ratusan nyawa manusia yang tak sekeyakinan dengannya. Pada awalnya, Misa Malam Natal itu berlangsung seperti biasanya. Tiba-tiba sekitar pukul 20:30 WIB, seorang jemaat curiga pada sebuah bingkisan yang terletak di dekat pintu masuk gereja. Riyanto, pemuda berusia 25 tahun itu memberanikan diri untuk memeriksa isi bingkisan tersebut. Di hadapan petugas pengamanan Gereja, ia membongkar plastik hitam.

Secara mengejutkan ada percikan api. Riyanto berlari keluar sesegera mungkin, ingin membuang bom tersebut ke tong sampah. Namun, tak tepat sasaran. Hingga ia kembali memeluknya. Dan berinisiatif untuk membuangnya ke tempat yang lebih jauh lagi. Belum sempat membuang, “Duar…” Bom meledak di pelukan Riyanto. Tubuhnya terpental, berserakan, dan berhamburan. Malam Itu Pahlawan Kemanusiaan gugur di Mojokerto.

Di tengah banyaknya aksi kekerasan mengatasnamakan Agama belakangan ini. Mulai dari semakin tajamnya polarisasi, meningkatnya angka intoleransi hingga tragedi kemanusiaan yang semakin menjadi jadi. Kita perlu belajar dari Riyanto, bahwa nilai-nilai kemanusiaan tak pernah di batasi oleh suku, ras dan agama. Riyanto tak perlu fatwa untuk menyelamatkan nyawa orang kristiani, yang ia tahu dalam Agamanya di ajarkan bahwa Menyelamatkan satu nyawa manusia sama halnya dengan menyelamatkan semua manusia. 20 tahun telah terkubur jasad Riyanto, tapi jiwa kemanusiaannya akan tetap hidup di hati banyak orang.

Setiap tanggal 24 Desember nama Riyanto selalu di ingat dan di doakan banyak orang. Dia bukanlah Pejabat, bukan pula bintang artis terkenal atau saudagar kaya. Dia hanyalah Banser Nahdlatul Ulama biasa yang melakukan hal yang sangat luar biasa.

Mari mengenang peristiwa ini dari berbagai sisi. Di satu sisi, jiwa kemanusiaan kita diminta untuk lebih jernih lagi. Di saat yang bersamaan kita melihat bahwa betapa majemuk nya negeri ini. Wajar bilamana dua puluh tahun setelah gugurnya Riyanto, kita Merayakan Kemanusiaan dan Mensyukuri Keberagaman.

Islam dan Kemanusiaan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Dalam Q. S. Al Hujarat ayat 13 Allah berfirman bahwa tak ada kasta di antara manusia, semuanya sama dan setara. Hanya iman dan taqwalah yang membedakan di hadapan Tuhan. Ada hikayat yang begitu Masyhur saat seorang wanita penzina yang Majusi masuk surga karena memberikan anjing kehausan minum di tengah terik matahari. Lebih jauh lagi, saat banyak orang Barat berbicara tentang HAM, Rasulullah SAW lebih dulu mengajarkan mengenai hal ini. Lihatlah bagaimana perlakuan nabi kepada Bilal bin Rabah, seorang budak berkulit hitam di merdeka kan dan di angkat menjadi Muazzin.

Tak cukup sampai di situ, Rasulullah SAW rutin menyuapi seorang Yahudi buta yang mengemis di Pasar Madinah. Islam adalah Agama kemanusiaan dan menghargai keberagaman. Kata Gus Dur, “Tidak penting apa pun Agama atau Sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”

Nama Riyanto memanglah tak seharum Jenderal bintang lima. Beliau bukan pula kyai haji. Tapi, ia memberikan teladan yang dahsyat bahwa untuk membantu sesama kau hanya cukup menjadi manusia. Mengenang 20 tahun kepergian Riyanto, sejenak mari merayakan kemanusiaan dan mensyukuri keberagaman. Riyanto sadar akan meninggalkan Istri dan keluarganya jika mengurus bom tersebut.

Tapi, ia juga sadar akan banyak anak dan keluarga yang merasa kehilangan jika bom tersebut meledak di dalam Gereja. Malam itu Riyanto tak sedang membela kristen, Tapi, se akan akan dia berteriak menunjukkan bahwa inilah ajaran Islam sesungguhnya. Malam itu, ia tak sedang menyelamatkan Gereja. Melainkan menjaga negeri tercinta yaitu Indonesia. Inilah sekelumit kisah Riyanto. Semoga beliau ditempatkan di Makam yang mulia.

Izinkan saya menutup tulisan ini dengan Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda , “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami

Sibiren.com lahir dari jalanan, rahim kandung peradaban, tanpa beraffiliasi ke organisasi manapun, Kami berkomitmen menjaga independensi dalam setiap gerakan.

Merawat budaya, Menghidupkan tradisi ilmiah dan Mengutamakan kemanusiaan adalah kunci utama dalam membangun jembatan menuju Peradaban Indonesia yang Futurusitik. Inilah jalan kami ikhtiarkan.  Inilah jembatan kecil yang kami sebut Care For Humanity, Hone Intellectuality, Strengthen Spirituality

Sibiren.com dengan semangat ingin menyuguhkan ide yang beragam dalam Indonesia kita. Solidaritas, Intelektualitas dan Spiritualitas adalah 3 hal utama yang menjadi fokus kita untuk di perkuat di Bumi Nusantara sebagai Ikhtiar menuju Bangsa yang memiliki Peradaban Maju.