Tahun 2019 mungkin menjadi tahun yang tak akan pernah terlupakan oleh sebagian besar masyarakat dunia. Kedatangan wabah penyakit di tengah berbagai isu yang sedang memanas seakan menjadi cahaya sekaligus bencana. Dikatakan cahaya karena dengan adanya pandemi ini aktivitas manusia di luar ruangan menurun drastis, berakibat pada membaiknya kondisi bumi. Dikatakan bencana karena virus ini tak hanya membahayakan ekonomi masyarakat saja, tapi juga nyawa mereka.
Dikutip dari WHO, COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh varian coronvirus baru dengan nama ilmiah Sars-CoV-2. Gejala yang ditimbulkan mulai dari sesak napas, hidung tersumbat, kehilangan indra penciuman, dan masih banyak lagi. Jika mengalami gejala demikian, segera hubungi fasilitas kesehatan setempat dan tetap isolasi diri di rumah.
Status corona yang sudah ditetapkan sebagai bencana nasional maupun global harus dicari pemecahan masalahnya. Salah satu solusinya yaitu dengan membuat kebijakan yang tepat untuk mengatur kehidupan sosial warga agar dapat normal kembali seperti semula. Dengan kebijakan yang tepat membuat pemerintah dapat memenuhi kepentingan publik (Suharto, 2008).
Salah satu kebijakan pemerintah yang akhir-akhir ini gencar dilakukan yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. PPKM dilakukan agar masyarakat mengurangi kegiatan di luar rumah seminimal mungkin. Namun, kegiatan dengan urgensi tinggi masih dapat dijalankan, seperti sektor keuangan, kesehatan, teknologi informasi, dan sebagainya.
Pelaksanaan PPKM hampir serupa dengan pelaksanaan PSBB yang telah dilaksanakan tahun 2020 silam. Pada dasarnya kebijakan tersebut bertujuan untuk membatasi kegiatan masyarakat agar tidak berkerumun dan membatasi jam operasional masyarakat dalam kegiatan keseharian. Penerapan PPKM dinilai efektif jika dipandang melalui perspektif analisis kesehatan. Namun, jika dipandang dari perspektif ekonomi yang dialami masyarakat maka akan bertolak belakang pemahamannya. (Wahyu dkk. 2021)
Saat ini, kenyataan yang terjadi di lapangan, masih banyak masyarakat yang tidak mendengarkan anjuran pemerintah. Hal ini disebabkan karena keadaan mereka untuk tidak berdiam diri di rumah. Salah satunya karena banyak masyarakat Indonesia yang memiliki pekerjaan tidak menetap di rumah, seperti kuli bangunan, petani, ojek, dan lain sebagainya. Banyak juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha mikro seperti pedagang kaki lima. Tentunya kebijakan ini mengkhawatirkan pekerja tersebut. (Rindam, 2020)
Kebijakan yang dinilai kurang tegas membuat masyarakat bingung akan bertindak bagaimana. PKL dan para pedagang kiosnya ditutup dan dibubarkan, sedangkan mal saat ini dalam tahap uji coba pembukaan. Sebuah tindakan yang terkesan menguntungkan golongan atas saja tanpa pernah memperhatikan masyarakat yang ada dibawahnya.
Tenggat waktu dilaksanakannya PPKM juga tidak konsisten. Yang semula dicanangkan selama 3 minggu, kini malah terus diperpanjang entah sampai kapan. Apabila pemerintah tidak optimis dengan waktu 3 minggu, sebaiknya tentukan waktu yang agak lama sehingga masyarakat tidak terlalu berharap banyak akan berakhirnya kebijakan ini. Masyarakat sampai geram karena mereka menginginkan kegiatan dan pekerjaan mereka di luar rumah dapat dijalankan kembali untuk memenuhi hajat hidup keluarga.
Dalam rangka mengatasi masalah perpanjangan ini, pemerintah pusat membuat kebijakan dengan mengelompokkan PPKM menjadi beberapa level. Tujuannya agar pemerintah daerah dapat membuat keputusan sesuai kondisi di lapangan. Setiap level memiliki perlakuan yang berbeda. Semakin tinggi level PPKM, maka kebijakan yang diterapkan semakin ketat. Begitupun sebaliknya.
Peraturan yang saling tumpang tindih antar pemangku kebijakan membuat kepercayaan masyarakat pada petinggi negeri ini sudah habis. Peraturan yang terlalu banyak menggunakan kata “kecuali” memperlihatkan bagaimana mereka selalu mengambil kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri dan kerabat. Dalam masa seperti ini, lebih etis jika kepentingan politik dikesampingkan terlebih dahulu. Mari bersama-sama memulihkan Indonesia dan mencapai Indonesia bebas covid di masa mendatang.
PPKM sejatinya adalah solusi terbaik untuk saat ini. Kebijakan ini menyeimbangkan antara penekanan angka COVID dan kesejahteraan masyarakat walaupun belum banyak membantu. Untuk mengatasi masalah kesejahteraan ini, pemerintah memberikan berbagai bantuan, seperti bantuan sosial, bantuan kesehatan, dan pemberian vaksin gratis bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita harus apresiasi upaya pemerintah ini.
Baru-baru ini kita mulai terlihat titik terang. Vaksinasi yang terus digenjot dan kesadaran masyarakat yang sedikit meningkat membuat angka kasus covid di Indonesia perlahan menurun. Diharapkan dengan menurunnya kasus ini, PPKM dapat segera dirampungkan dan masyarakat kembali beraktivitas seperti sedia kala, tentunya dengan selalu menerapkan protokol kesehatan.
(Penulis : Nabiel Muntaha)