Menjadi Manusia Indonesia yang Muslim
Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp

tresiahoban3 - pixabay.com

“Meng-Islamkan Indonesia atau Meng-Iindonesiakan Islam?”

Kira kira begitulah narasi pertanyaan yang selalu digaungkan dimana mana. Digoreng terus menerus, bahkan sampai hangus. Sebuah narasi yang mencoba memberikan framing  yang mempertentangkan Islam dan Kebangsaan. Seakan akan kalau kita religius, berarti gagal menjadi nasionalis, sebaliknya seorang yang nasionalis tidak bisa menjadi religius. Benarkah demikian?

Akan menjadi dilema ketika kita diminta hanya memilih satu di antara dua pilihan yang keduanya itu seharusnya tidak untuk dipertentangkan, itulah kenapa sebelum kita memilih untuk menjawab, hal pertama yang harus kita lakukan adalah menelaah pertanyaan, apakah itu pertanyaan itu sudah benar. 

Membenarkan pertanyaan seperti itu sama saja dengan mengambil kesimpulan bahwa Islam merupakan agama yang anti terhadap kondisi sosial masyarakat atau bahkan agama yang tidak memiliki relevanitas terhadap kemajuan peradaban, anti terhadap nasionalisme. Anggapan anggapan seperti itu tentu tidaklah benar. Setidaknya ada 3 hal yang ingin penulis kemukakan dalam hal ini:

  1. Islam Masuk Ke Indonesia (Historis)

Sampai hari ini perdebatan diantara pakar sejarawan mengenai kapan Islam pertama kali masuk ke Nusantara masih terus berlanjut. Bervariasi pendapatnya. Ada yang mengatakan dibawa pada abad 13 masehi, ada yang menyebut 9 masehi, ada pula bahkan yang menyebutkan Islam pertama kali masuk itu 7 masehi. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang kapan Islam mulai masuk, para sejarawan itu sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia dan menyebar dengan penuh kedamaian, ketentraman dan tanpa perperangan. Kita begitu mengenal Walisongo yang memiliki cara dakwah yang berbeda beda dalam menyebarkan Islam, dimana mereka menyesuaikan dengan kondisi sosial dan psikologi masyarakat. Artinya, kalau kita mengacu pada sejarah, akan menjadi aneh kita melihat umat Islam hari ini yang memaksakan untuk tampil seperti orang luar.

  1. Menyoal Agama dan Kebudayaan

Isu ini yang selalu asyik untuk diperbincangkan. Berpagi pagi sekali, saya ingin menyampaikan bahwa Ibadah yang dipahami oleh kebanyakan umat Islam hari ini terlalu menyempitkan makna Ibadah yang hanya bersifat pada ritual saja (sholat, zakat, puasa, haji). Padahal tentunya bukan itu saja. Segala sesuatu bentuk kebaikan yang bermuara pada penghambaan/pengabdian pada Tuhan (Penyerahan diri) meski tidak ada anjuran dalam kitab suci, tapi juga tidak dilarang kitab suci dan nabi, maka itu juga disebut Ibadah. Karenanya perlu dibedakan mana yang agama dan budaya. Sehingga kita tidak menjadi orang yang ikut ikutan dalam beragama, kadang banyak sekali yang kita anggap sebagai ajaran agama, padahal itu hanyalah sebagai budaya. Mulai dari pakaian, kegiatan, seni, dsb. Dengan demikian, dengan kekayaan budaya Nusantara tentu akan menjadi Indah jika dikawinkan dengan agama, asalkan tidak menyalahi tujuan agama. Kini, ada banyak sekali bentuk romantisme dari agama dan budaya nusantara yang melebur menjadi keindahan. Saya berjanji akan membahas ini dalam tulisan khusus nantinya.

  1. Pancasila adalah Kalimatun Sawa’ (titik temu)

Tiba tiba saya ingat Piagam Madinah yang dibuat oleh Rasulullah saat ia menjadi pemimpin di Madinah, perjanjian itu di antaranya bermuatan melindungi segenap orang orang non muslim. Indonesia adalah negara dimana banyak agama/kepercayaan yang beragam tumbuh di dalamnya. Sehingga kalau kita perhatikan, Pancasila sebagai ideologi itu se akan akan menjadi titik temu dari beragam agama itu,dan itu tidak terlepas dari bagaimana kita meneladani Rasulullah dengan Piagam Madinahnya. Kalaulah kita preteli butir perbutir betapa Pancasila itu memanusiakan manusia  sarat akan nilai nilai yang akan membawa menuju maslahat.

Menjadi Muslim Indonesia Seutuhnya itu adalah menjadi manusia yang taat pada perintah Tuhan, di saat yang bersamaan itu terejawantahkan dalam kehidupan sosial. Menjadi Muslim Indonesia seutuhnya itu tidak melupakan apalagi meninggalkan kekayaan budaya nusantara kita, justru ia akan menjadi alat pembantu dalam mencapai tujuan tujuan agama. Saya sengaja tidak menyertakan dalil dalil agama dalam tulisan ini. Dalam waktu lain kita akan membahasnya lebih dalam.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami

Sibiren.com lahir dari jalanan, rahim kandung peradaban, tanpa beraffiliasi ke organisasi manapun, Kami berkomitmen menjaga independensi dalam setiap gerakan.

Merawat budaya, Menghidupkan tradisi ilmiah dan Mengutamakan kemanusiaan adalah kunci utama dalam membangun jembatan menuju Peradaban Indonesia yang Futurusitik. Inilah jalan kami ikhtiarkan.  Inilah jembatan kecil yang kami sebut Care For Humanity, Hone Intellectuality, Strengthen Spirituality

Sibiren.com dengan semangat ingin menyuguhkan ide yang beragam dalam Indonesia kita. Solidaritas, Intelektualitas dan Spiritualitas adalah 3 hal utama yang menjadi fokus kita untuk di perkuat di Bumi Nusantara sebagai Ikhtiar menuju Bangsa yang memiliki Peradaban Maju.