Pada 01 Juni 1945, Ir. Soekarno dengan sangat memikat memberikan gambaran tentang Indonesia Merdeka. Dalam pidatonya, Ia menegaskan bahwa “tidak boleh ada kemiskinan dalam Indonesia merdeka”. Ungkapan 7 kata tersebut memanglah relatif singkat dan amat sederhana.
Jika dihayati lebih dalam, kalimat tersebut sesungguhnya memiliki makna yang dalam. The Founding Fathers bangsa ini merumuskan dengan tulus bahwa tujuan utama dari kemerdekaan itu ialah menyejahterakan rakyat sendiri, tidak boleh ada yang kesusahan di atas tanahnya sendiri. Sebab sangat mustahil bilamana kita mengimpikan Indonesia yang maju tanpa dibarengi dengan kesejahteraan rakyatnya.
Apabila pidato Ir. Soekarno di atas kita refleksikan kembali setelah 77 tahun itu berlalu, maka ada satu pertanyaan yang paling mendasar; sudah sejauh manakah cita-cita kemerdekaan itu terealisasi? Pertanyaan tersebut bahkan pernah dilontarkan ke publik oleh seorang sejarawan terkemuka, Anhar Gonggong.
Kenyataan pahit yang harus kita terima adalah bahwa cita-cita tersebut tak ubahnya seperti sebuah peribahasa klasik; jauh panggang dari api. Bagaimana tidak, pada 15 Juli 2022 Badan Pusat Statistik melaporkan pada Maret 2022 jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 26,16 juta orang.
Salah satu penyebab kemiskinan susah diatasi adalah merajalelanya tindakan korupsi dalam sebuah negara. Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani menuturkan “Korupsi adalah suatu penyakit yang ada dan bisa menghinggapi serta menggerus fondasi suatu masyarakat dan negara. Jadi bahayanya sudah sangat nyata, “Bagaimana negara yang tidak bisa mengatasi korupsi meskipun mereka memiliki natural resources, maka banyak masyarakatnya yang kelaparan, yang tidak bisa mendapatkan pendidikan, bahkan untuk mendapatkan air bersih pun tidak diperoleh.”
Korupsi secara nyata telah menjadi musuh bagi kemiskinan, korupsi menyebabkan kemiskinan yang terus menerus. Masyarakat akan merasakan tidak meratanya penghasilan dan jumlah kemiskinan semakin besar, serta adanya perbedaan penghasilan antara satu kelompok orang yang melakukan korupsi dengan mereka yang tidak korupsi semakin besar.
Dalam konteks yang lebih luas, korupsi telah mengurangi angka investasi dari yang seharusnya, dana-dana yang seharusnya bisa di alokasikan untuk membuka lapangan pekerjaan menjadi hangus karena di korupsi. Saat angka kemiskinan tidak juga berkurang drastis, hal yang paling menyakitkan ialah angka korupsi di Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifika. Transparency International Indonesia telah mengeluarkan indeks persepsi korupsi (IPK) pada Selasa 25 Januari 2022. Pada indeks tersebut, posisi Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara.
Ada banyak orang yang terus menerus berteriak di tengah jalan menolak korupsi, di sosial media dengan mudah akan kita temukan orang yang mengutuk koruptor saat Komisi Pemberantasan Korupsi melaporkan sejumlah penangkapan. Sayangnya, banyak pula yang tidak sadar bahwa praktik korupsi sesungguhnya juga merajalela di lingkungan terdekat kita.
Mahasiswa saat melakukan kegiatan yang mengambil dana seenaknya di luar rancangan anggaran biaya, ada kuli yang memotong dana untuk membeli rokok, dalam lingkup terkecil seorang anak berbohong kepada orang tuanya soal biaya SPP.
Inilah yang dikatakan oleh Bung Hatta bahwa korupsi telah menjadi budaya, ia bak harta berharga yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tidak hanya terjadi di kalangan pemerintahan, tapi juga mendarah daging dari lapisan terbawah.
Oleh karena itu, permasalahan korupsi ini tidak akan selesai jika hanya berputar pada pemberantasan dengan penangkapan saja, melainkan diperlukan pencegahan dengan penanaman karakter anti korupsi sedari dini. Harapannya adalah bilamana ada kesempatan untuk korupsi sekalipun, karakter ini menjadi pelindung seperti tameng yang tahan serangan baja sekalipun.
Di tengah peliknya berbagai macam permasalahan bangsa, sesungguhnya hari ini kita bisa bergembira, sebab pada tahun 2030-2040 Indonesia akan diprediksi mengalami bonus demografi. Menyongsong Indonesia Emas 2045, Indonesia akan benar-benar menikmati sumber daya manusia yang dominasi usia produktif.
Jika pendidikan karakter anti korupsi itu ditanamkan sejak hari ini secara masif, kita punya secercah harapan bahwa mereka yang memegang kendali saat Indonesia berusia satu abad itu adalah mereka berkarakter anti korupsi, mereka yang benar-benar tulus mewujudkan cita-cita Indonesia tanpa kemiskinan.
Saat negeri ini berusia setengah abad, Indonesia menorehkan sejarah gemilang, pada 10 Agustus 1995 seluruh dunia menyaksikan keberhasilan Indonesia menerbangkan Pesawat yang dirancang, diciptakan, di produksi dan dibuat oleh putra-putri bangsa Indonesia. Maka, sudah seharusnya ketika Indonesia berusia 100 tahun nanti, bangsa ini menorehkan sejarah emas pula. Sudah saatnya kita bersatu, bahu membahu, menyatukan langkah, menyamakan persepsi tentang Indonesia Emas 2045 nanti.