Belajar hidup dari Watak Seekor Keledai
Share on facebook
Share on twitter
Share on telegram
Share on whatsapp
Foto; Liputan6.com

Pengalaman merupakan salah satu aspek yang selalu memberikan pelajaran bagi manusia. Terkadang pengalaman-pengalaman manusia tersebut dibungkus ke dalam salah satu disiplin ilmu yang disebut dengan sejarah.

Dari pengalaman sejarah kita belajar banyak nilai-nilai berharga. Bahkan ada pepatah mengatakan “hanya keledai yang mau jatuh ke dalam lubang untuk kedua kalinya”. Dari sini kita tahu bahwa keledai merupakan binatang yang bodoh, namun satu hal yang menjadi kesalahan fatal selain kebodohannya yaitu; keledai adalah binatang yang  sangat keras kepala.

Pagi yang cerah menghiasi suasana hidupku beberapa hari yang lalu, di saat tidak ada jam kuliah, deadline tugas masih lama, serta beberapa rapat organisasi yang meskipun sedikit membebani tapi itulah tanggung jawab yang harus aku jalani untuk berproses saat berada di bangku perkuliahan.

Berorganisasi memanglah penting di saat berada dalam bangku perkuliahan. Selain melatih softskill dan menambah relasi, organisasi merupakan salah satu cara untuk melatih pendewasaan. Namun, salah satu hal penting yang mungkin menjadi penyakit orang Indonesia adalah suka mengulur-ulur waktu.

Begitu pun juga dalam berorganisasi, budaya molor saat kegiatan, rapat dan sebagainya masih saja terus ada. Budaya yang seharusnya kita buang jauh-jauh masih kita lestarikan sampai sekarang. Jika kita bercermin pada masyarakat di negara maju, mereka cenderung sangat menghargai waktu. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa negara Indonesia tidak maju-maju.

Pagi itu, salah satu notifikasi di HP yang mungkin sedikit tidak aku harapkan berbunyi: “Rifki, bisa hadir untuk memenuhi kuota forum dalam rapat akhir kepengurusan?” Di dalam hati aku bergumam, mau ditolak tapi tanggung jawab namun kalau di hadiri, yaah… kebiasaan lama pasti terulang.

Lalu aku tanya balik: “kira-kira jam berapa ya?” Lalu dijawablah dengan penuh harap: “jam 09.00 WIB harus kumpul setelah itu kita berangkat bersama-sama karena rapat akan dimulai jam 10.00 WIB”.

Melihat hal itu aku pun berusaha tepat waktu untuk menghadiri rapat terebut, bahkan aku sudah terlambat sekitar setengah jam dan dalam hati aku bergumam karena merasa malu telah telat hadir sesuai jam yang telah di sepakati.

Namun, apa yang terjadi? Rapat tersebut molor bahkan hingga dimulai jam 13.00. betapa kecewanya saya melihat kenyataan ini. Tidak hanya sekali ini, kejadian ini terus menerus terjadi berulang kali. Apakah budaya buruk ini akan terus berlanjut hingga nanti? Mengapa budaya buruk ini sulit sekali di hilangkan? Mengapa kita terus saja mengulangi kesalahan yang sama?

Dalam rapat evaluasi pun selalu yang di hujat dan menjadi bahan sorotan merupakan kinerja dan kebijakan-kebijakan yang itu terlaksana atau tidak, relevan atau tidak, prosesnya berjalan dengan lancar atau tidak, dan sebagainya .

Namun pada dasarnya efektivitas waktu yang dilakukan oleh anggotalah yang harusnya menjadi bahan evaluasi. Entah itu ketepatan menghadiri rapat, pengelolaan waktu saat acara dan sebagainya.

Meskipun begitu, saya bersyukur karena rapat tersebut berjalan dengan lancar meskipun saya harus membolos pondok untuk itu. Rapat yang dilaksanakan di kota batu tersebut diakhiri sekitar pukul 00.00 WIB. Meskipun sedikit menguras waktu, namun hari itu mengajarkan pengalaman yang sangat berharga yang sangat baik untuk di ambil hikmahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami

Sibiren.com lahir dari jalanan, rahim kandung peradaban, tanpa beraffiliasi ke organisasi manapun, Kami berkomitmen menjaga independensi dalam setiap gerakan.

Merawat budaya, Menghidupkan tradisi ilmiah dan Mengutamakan kemanusiaan adalah kunci utama dalam membangun jembatan menuju Peradaban Indonesia yang Futurusitik. Inilah jalan kami ikhtiarkan.  Inilah jembatan kecil yang kami sebut Care For Humanity, Hone Intellectuality, Strengthen Spirituality

Sibiren.com dengan semangat ingin menyuguhkan ide yang beragam dalam Indonesia kita. Solidaritas, Intelektualitas dan Spiritualitas adalah 3 hal utama yang menjadi fokus kita untuk di perkuat di Bumi Nusantara sebagai Ikhtiar menuju Bangsa yang memiliki Peradaban Maju.